BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf
pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang
nonpurulen. Pentebab tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes
simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis bias
juga terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi
pertusis.
Klasifikasi ensefalitis didasarkan pada factor
penyebabnya. Ensefalitis suparatif akut dengan bakteri penyebab ensefalitis
adalah Staphylococcus aureus, Streptococus, E.Colli, Mycobacterium,
dan T.Pallidium. Sedangkan
ensefalitis virus penyebab adalah virus RNA (Virus Parotitis), virusmorbili,
virus rabies, virus Rubela, virus dengue, virus polio, cockscakie A dan B,
herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella.
B. Rumusan masalah
a. Bagimana laporan pendahuluan pada pasien dengan
encefalitis
b. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan
encefalitis
C. Tujuan
Umum Pembuatan Makalah
Tujuan Umum :
a.
Membantu mahasiswa agar mampu
memahami encefalitis, baik secara perorangan maupun berkelompok.
Tujuan Khusus :
a.
Membantu mahasiswa agar mampu
memahami laporan pendahuluan mengenai ensefalitis
b.
Membantu mahasiswa agar mampu
memahami asuhan keperawatan snsefalitis
c.
Meningkatkan pengetahuan mahasiswa
tentang ensefalitis
d. Akademik,
memperkaya khasanah keilmuan kesehatan umumnya, dan bidang kesehatan persarafan
khususnya.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan dalam
pembuatan makalah ini yaitu dari buku dan media internet
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Laporan Pendahuluan
Encefalitis
a. Pengertian
Ensefalitis adalah
infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme (Hassan, 1997). Pada
encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput
pembungkus otak dan medula spinalis.
Ensefalitis
adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro
organisme lain yang non purulent.
b. Etiologi
a.
Virus
b.
Bakteri
c.
Jamur
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis, misalnya bakteria,
protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab Ensefalitis adalah Staphylococcus
aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis
bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000).
Penyebab lain adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever,
campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan
tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang
otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Klasifikasi
encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah:
·
Infeksi virus yang bersifat endemik
1.
Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie,
virus ECHO.
2.
Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St.
Louis encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis,
Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
·
Infeksi virus yang bersiat sporadik : rabies,
Herpes simpleks, Herpes zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic
choriomeningitis, dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi
belum jelas.
·
Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili,
pasca-varisela, pasca-rubela, pasca-vaksinia, pasca-mononukleosis infeksius,
dan jenis-jenis lain yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak
spesifik.(Robin cit. Hassan, 1997)
c.
Tanda dan
Gejala
1. Suhu
yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia
2. Kesadaran
dengan cepat menurun
3. Muntah
4. Kejang-kejang,
yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejang-kejang di muka)
5. Gejala-gejala
serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal
paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (Hassan, 1997
6. Perubahan
perilaku
7. Gelisah
Inti dari sindrom Ensefalitis adalah
adanya demam akut, dengan kombinasi tanda dan gejala : kejang, delirium,
bingung, stupor atau koma, aphasia, hemiparesis dengan asimetri refleks tendon
dan tanda Babinski, gerakan involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot
wajah.
d.
Patofisiologi
Virus masuk tubuh klien melalui
kulit, saluran npas, dan saluran cerna. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus
akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara :
· Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi
selaput lender permukaan atau organ tertentu.
· Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke
dalam darah, kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
· Penyebaran melalui saraf-saraf : virus
berkembang biak di perukaan selaput lender dan menyebar melalui system
persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak
terjadi manifestasi klinis ensefalitis. Masa prodromal berlangsung 1-4 hari
ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah nyeri tenggorokan, malais,
nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat, fotofobia, sakit kepala,
muntah-muntah, letargi, kadang disertai kakukuduk apabila infeksi mengenai
meningen. Pada anak, tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku.
Dapat disertai gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala
lain berupa gelisah, rewel, perubahan perilaku, gangguan kesaadaran, kejang.
Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afassia, hemiparesis,
hemiplagia, ataksia, dan paralisis saraf otak.
Payhway Ensefalitis
e.
Manifestasi Klinis
Masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari, ditandai
dengan demam, sakit kepala, pusing muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri
ekstremitas, dan pucat. Kemudian di ikuti tanda ensefalitis yang berat
ringannya tergantung dari ditribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala tersebut
berupa :
1.
Gelisah
2.
Iritabel
3.
Streming attack
4.
Perubahan perilaku
5.
Gangguan kesadaran
6.
Kejang
Kadang disertai tanda neurologis fokal berupa :
Kadang disertai tanda neurologis fokal berupa :
1)
Afasia
2)
Hemiparesia
3)
Hemiplagia
4)
Ataksia
5)
Paralisis saraf otak
Tanda rangsangan meningela dapat terjadi bila peradangan mencapai
meningen. Ruam kulitkadang di dapatkan pada beberapa tipe ensefalitis
misalnyapada enterovirus dan varisela zoster
f. Komplikasi
Komplikasi pada ensefalitis berupa :
1.
Retardasi mental
2.
Iritabel
3.
Gangguan motorik
4.
Epilepsi
5.
Emosi tidak stabil
6.
Sulit tidur
7.
Halusinasi
8.
Enuresis
9.
Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial
lain.
g. Pemeriksaan Penunjang
- Lumbal pungsi (pemeriksaan CSS)
1)
Cairan warna jernih d. Glukosa normal
2)
Leukosit meningkat e. Tekanan Intra Kranial meningkat
- Protein agak meningkat
- Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urin
1)
Sukar oleh karena uremia berlangsung singkat
2)
Dapat membantu mengidentifikasikan daerah pusat infeksi
dan penyebab infeksi
- CT Scan/ MRI
1)
Membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran/ letak
ventrikel, hematom, daerah cerebral, hemoragic, atau tumor
- EEG
1)
Terlihat aktivitas listrik (gelombang) yang menurun,
sosial dengan tingkat kesadaran yang menurun
2)
Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difu
(aktivitas lambat bilateral)
h. Penatalaksanaan
1.
Isolasi Isolasi bertujuan mengurangi
stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan pencegahan.
2.
Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat
yang mungkin dianjurkan oleh dokter :
1)
Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
2)
Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
3)
Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen
antiviral acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis
30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan
(Victor, 2001).
4)
Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan
antibiotika secara polifragmasi.
3.
Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema
otak
1)
Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan; jenis
dan jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
2)
Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari
disuntikkan dalam pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.
3)
Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga
digunakan untuk menghilangkan edema otak.
4.
Mengontrol kejang Obat antikonvulsif
diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan
atau luminal.
1)
Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB/kali
2)
Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang
dengan dosis yang sama
3)
Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih
kejang, berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
5.
Mempertahankan ventilasi Bebaskan jalan
nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-3l/menit).
6.
Penatalaksanaan shock septik
7.
Mengontrol perubahan suhu lingkungan
8.
Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada
permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan
leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala.
Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan
4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali
pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol
bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral.(Hassan, 1997)
ASUHAN KEPERAWATAN
I.
Deskripsi
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf
pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang
nonpurulen. Pentebab tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes
simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis bias
juga terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi
pertusis.
Klasifikasi
ensefalitis didasarkan pada factor penyebabnya. Ensefalitis suparatif akut
dengan bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus
aureus, Streptococus, E.Colli, Mycobacterium, dan T.Pallidium.
Sedangkan ensefalitis virus penyebab adalah virus RNA (Virus Parotitis),
virusmorbili, virus rabies, virus Rubela, virus dengue, virus polio, cockscakie
A dan B, herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella.
A.
Pengkajian
1.
Biodata
Umur : Penyakit ensefalitis dapat menyerang semua usia, insiden
tertinggi terjadi pada anak-anak
Jenis kelamin : Penyakit ensefalitis bisa terjadi pada laki-laki dan
perempuan
Bangsa : Umumnya untuk penyakit ensefalitis tidak mengenal suku
bangsa, ras
2.
Keluhan utama
a.
Demam
b. Kejang
3.
Riwayat kesehatan sekarang
Demam, kejang, sakit kepala, pusing, nyeri tenggorokan, malaise,
nyeri ekstremitas, pucat, gelisah, perubahan perilaku, dan gangguan kesadaran.
4.
Riwayat kesehatan dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari,
pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan
tenggorokan.
5.
Riwayat penyakit keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus
contoh : Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus , E ,
Coli ,dll.
Pola-Pola Fungsi
Kesehatan
1.
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
a.
Kebiasaan
Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur ,kebiasaan buang air
besar di WC,lingkungan penduduk yang berdesaan (daerah kumuh)
b.
Status Ekonomi
Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi
rendah.
2.
Pola fungsi kesehatan
a.
Pola nutrisi dan metabolisme
Nafsu makan menurun (anoreksia) nyeri tenggorokan dan Berat badan
Menurun
b.
Pola aktivitas
Nyeri ekstremitas dan keterbatasan rentang gerak akan mempengaruhi
pola aktivitas
c.
Pola istirahat dan tidur
Kualitas dan kuantitas akan berkurang oleh karena demam, sakit
kepala dll, yang sehubungan dengan penyakit ensefalitis
d.
Pola eliminasi
·
Kebiasaan Defekasi sehari-hari
Biasanya pada klien Ensefalitis karena klien tidak dapat melakukan
mobilisasi maka dapat terjadi obstivasi.
·
Kebiasaan BAK sehari-hari
Biasanya pada klien Ensefalitis kebiasaan miksi normal frekuensi normal.
Jika kebutuhan cairan terpenuhi. Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka
produksi irine akan menurun ,konsentrasi urine pekat
e.
Pola hubungan dan peran
Efek penyakit yang diderita terhadap peran yang
diembannya sehubungan dengan ensefalitis, bisanya Interaksi dengan keluarga /
orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang, karena kesadaran
klien menurun mulai dari apatis sampai koma.
f.
Pola penanggulangan stress
Akan cenderung mengeluh dengan keadaaan dirinya (stress)
II.
Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anmnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan focus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dari klien.
Pemeriksaan fisik dumulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV)
pada klien ensefalitis biasanya didapatkan peningkatn suhu tubuh lebih dari
normal 39-49°C. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dari
selaput otak yang sudah menggangu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut
nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai
peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme umum dan adanya infeksi pada system pernapasan sebelum mengalami
ensefalitis. TD biasanya normal atau meningkat berhubungan dengan tanda-tanda peningkata
TIK.
B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering
didapatkan pada klien ensefalitis yang sering disertai adanya gangguan pada
system pernapasan. Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi bunyi napas tambahan sperti ronkhi pada klien ddengan ensefalitis
berhubungan akuulasi sekreet dari penurunan kesadaran.
B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada klien ensefalitis.
B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada system lainnya.
Tingkat Kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien ensefalitis biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah
mengalami koma maka penilaia GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk memaantau pemberian asuhan keperawatan.
Fungsi Serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya,
nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik.
Pada klien ensefalitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.
Pemeriksaan Saraf Kranial
Saraf I. Fungsi penciuman biasanya tidak ada klainan pada klien ensefalitis
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terutma pada ensefalitis supuratif disertai abses
serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK.
Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien ensefalitis yang
tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut
ensefalitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi
dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alas an yang tidak diketahui, klien
ensefalitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan
terhadap cahaya.
Saraf V. Pada klien ensefalitis didapatkan paralisis pada otot sehingga
mengganggu proses mengunyah.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena
adanya paralisis unilateral.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli kondungtif dan tuli persepsi
Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik sehingga mengganggu pemenuhan
nutrisi via oral.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya
usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecap normal.
Sistem Motorik
Kekuatan otot menurun, kntrol keseimbangan dan koordinasi pada
ensefalitis tahap lanjut mengalami perubahan.
Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan reflex dala, pengetukan pada tendon, ligamentum atau
periosteum derajat reflex pada respons normal. Reflex patologis akan didapatkan
pada klien ensefalitis dengan tingkat kesadaran koma.
Gerakan Involunter
Tidak ditemukan adanya teremor, Tic, dan distonia. Pada keaddaan
tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak ddengan
ensefalitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan
TIK juga berhubungan dengan ensefalitis. Kejang terjadi sekunder akibat area
fokal kortikal yang peka.
Sistem Sensorik
Pemeriksaan sonsorik pada ensefalitis biasanya didapatkan perasaan
raba normal, perasaan nyeri normal, perasaan suhu normal, tidak ada perasaan
abnormal di eprmukaan tubuh, perasaan diskriminatif normal.
Peradangan pada selaput otak mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah
dikenali pada ensefalitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, yaitu ketika
adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme
otot-otot leher.
B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistemperkemihan biasanya didapatkan berkurangnya
volume keluaran urine, hal ini
berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke
ginjal.
B5 (Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam
lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan
adanya kejang.
B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan
mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih
banyak dibantu orang lain.
B.
Diagnosa Keperawatan
1.
Gangguan
perfusi jaringan serebri yang berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
2.
Ketidakefektifk
bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan
batukmenurun akibat penurunan kesaadaran
3.
Risiko
tinggi defisit cairan dan hipovolemik
4.
Risiko
tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik
5.
Risiko
tinggi cidera yang berhubungan dengan kejang, perubahan status mental, dan
penurunan tingkat kesadaran
6.
Risiko
kejang berulang
7.
Nyeri
yang berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
8.
Gangguan
mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan
kekuatan otot, penurunan kesaadaran, kerusakan persepsi/kognitif
9.
Gangguan
persepsi sensorik yang berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang sensorik,
transmisi sensorik, dan integritas sensori
10. Koping individu tidak efektif yang
berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan psikososial, perubahan
persepsi kognitif, perubahan aktial dalam struktur dan fungsi,
ketidakberdayaan, dan merasa tidak ada harapan.
11. Cemas yang berhubungan dengan
ancaman, kondisi sakit dan perubahan kesehatan.
C.
Rencana Intervensi
Gangguan perfusi jaringan serebri yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial
|
|
Data
penunjang: Malaise, pusing, nausea, muntah, iritabilitas, kejang, kesadaran
menurun bingung, deliriumm koma. Perubahanrefleks-refleks, tanda-tanda
neorologis, fokal pada meningitis, tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial(bradikardi, tekanan darah meningkat), nyeri kepala hebat.
|
|
Tujuan : Dalam wktu 3x24 jam setelah diberikan
intervensi perfusi jaringan otak meningkat. Kriteria hasil : Tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar,
disorientasi negatif, konsentrasi baik, perfusi jaringan dan oksigenasi baik,
tanda-tanda vital dalam batas normal, dan syok dapat dihindari.
|
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Monitor
kien dengan ketat terutama setelah lumbal pungsi. Anjurkan klien berbaring
minimal 4-6 jam setelah lumbal pungsi.
|
Untuk
mencegah nyeri kepala yang menyertai perubahan tekanan intrakranial
|
Monitor
tanda-tanda peningkatan tekanan itrakranial selama perjalanan penyakit (nadi
lambat, tekanan darah meningkat, kesadaran menurun, napas irreguler, refleks
pupil menurun, kelemahan).
|
Untuk
mendeteksi tanda-tanda syok, yang harus dilaporkan ke dokter untuk intervensi
awal
|
Monitor
tanda-tanda vital dan neurologis tiap 5-30 mmenit. Catat dan laporkan segera
perubahan-perubahan tekanan intrakranial ke dokter.
|
Perubahan-perubahan
ini menandakan ada perubahan tekanan intrakranial dan penting untuk
intervensi awal
|
Hindari
posisi tungkai ditekuk atau gerakan-gerakan klien, anjurkan untuk tirah
baring.
|
Untuk
mencegah peningkatan intrakranial
|
Tinggikan
sedikit kepala klien dengan hati-hati, cegah gerakan tiba-tiba dan tidak
perlu dari kepala dan leher, hindari refleks leher
|
Untuk
mengurangi tekanan intrakranial
|
Bantu
seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan klien. Beri petunjuk untuk BAB (jangan
enema). Anjurkan klien untuk menghembuskan napas dalam bila miring dan
bergerak di tempat tidur. Cegah posisi fleksi pada lutut.
|
Untuk
mencegah keregangan otot yang dapat menimbulkan peningkatan tekana
intrakranial
|
Waktu
prosedur perawatan disesuaikan dan di atur tepat waktu dengan periode
relaksasi; hindari rangsangan lingkungan yang tidak perlu.
|
Untuk
mencegah eksitasi yang merangsang otak yang sudah iritasi dan dapat
menimbulkan kejang
|
Beri
penjelasan kepada keadaan lingkungan pada klien
|
Untuk
mengurangi diorientasi dan untuk klarifikasi persepsi sensorik yang terganggu
|
Evaluasi selama
masa penyembuhan terhadap gangguan motorik, sensorik, dan intelektual.
|
Untuk
merujuk ke rehabilitasi
|
Kolaborasi
pemberian steroid osmotik
|
Untuk
menurunkan tekanan intrakranial
|
Ketidakefektifk bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi
sekret, kemampuan batukmenurun akibat penurunan kesaadaran.
|
|
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan
tindakan, jalan napas kembali efektif. Kriteria hasil : secara subjektif sesak napa (-); frekuensi napas
16-20x/mnt, tidak menggunakan otot bantu napas, retraksi ICS (-), ronkhi
(-/-), dapat mendemontrasikan cara batuk efektif.
|
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Kaji fungsi
paru, adanya bunyi napas tambahan, perubahan irama dan kedalama, penggunaan
otot-otot aksesori, warna, dan kekentaln sputum.
|
Memantau
dan mengatasi komplikasi potensial. Pengkajian fungsi pernapasan dengan
interval yang teratur adalah penting karena pernapasan yang tidak efektif dan
adanya kegagalan, akibat adanya kelemahan atau paralisis pada otot-otot
interkostal dan diafragma berkembang dengan cepat.
|
Atur posisi
fowler dan semofowler
|
Peninggian
kepala tempat tidur memudahkan pernapasan, meningkatkan ekspansi dada, dan
meningkatkan batuk lebih efektif.
|
Ajarkan
cara batuk efektif
|
Klien
berada pada resiko tinggi bila tidak dapat batuk dengan efektif untuk
membersihkan jalan napas dan mengalami kesulitan dalam menelan, sehingga
menyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan gagal napas akut.
|
Lakukan
fisioterapi dada; vibrasi dada
|
Terapi
fisik dada membantu meningkatkan batuk lebih efektif
|
Penuhi
hudrasi cairan via oral seperti minum air putih dan pertahankan asupan cairan
2500 ml/hari
|
Pemenuhan
cairan dapat mengencerkan mukus yang kental dan dapat membantu pemenuhan
cairan yang banyak keluaar dari tubuh.
|
Lakukan
pengisapan lendir di jalan napas
|
Pengisapan
mungkin diperlukan untuk mempertahankan kepatenan jalan napas menjadi bersih.
|
Risiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik
|
|
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dalam
waktu 5x24 jam.
Kriteria hasil : Turgor
baik, asupan dapat masuk sesuai kebuutuhan, terdapat kemampuan menelan, sonde
dilepas, berat badan meningkat 1 kg, Hb dan albumin dalam batas normal
|
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Observasi
tekstur dan turgor kulit.
|
Mengetahui
status nutrisi klien
|
Lakukan
oral higiene
|
Kebersihan
mulut merangsang nafsu makan
|
Observasi
asupan dan keluaran
|
Mengetahui
keseimbangan nutrisi klien
|
Observasi
posisi dan kebutuhan sonde
|
Untuk
menghindari risiko infeksi/iritasi
|
Tentukan
kemampuan klien dalam mengunyah, menelan, dan refleks batuk
|
Untuk
menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
|
Kaji
kemampuan klien dalam menelan, batuk, dan adanya sekret
|
Dengan
mengkaji faktor-faktor tersebut dapat menentukan kemampuan menelan klien dan
mencegah risiko aspirasi
|
Auskultasi
bising usus, amati penurunn atau hiperaktivitas bising usus
|
Fungsi
gastrointestinal bergantung pada kerusakan otak. Bising usus menetukan
respons pemberian makanan atau terjdinya komplikassi misalnya pada ileus
|
Timbang
berat badab sesuai indikasi
|
Untuk
mengevaluasi efektivitas dari asupan makanan
|
Beerikan
makanan dengan cara meninggikan kepala
|
Menurunkan
risiko regurgitasi atau aspirasi
|
Letkkan
posisi kepla lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan
|
Untuk klien
lebih mudah melatih kembali sensorik dan meningkatkan kontrol muskular
|
Stimulasi
bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manualdengan menekan ringan di
atas bibir/di bawah dagu jika dibutuhkan
|
Membatu
dalam melatih kembali sensorik dan meningktkan kontro muskular
|
Letakkan
makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
|
Memberikan
stimulasi sensorik 9termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk
menelan dan meningkatkan masukan
|
Berikan
makanan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang
|
Klien dapar
berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi dari lur
|
Mulailah
untuk memberikan makanan per oral setengah cair dan makanan lunak ketika
klien dapat menahan air
|
Makanan
lunak/cair mudah untuk dikendalikan di dalam mulut dan menurunkan terjadinya
aspirasi
|
Anjurkan
klien menggunakan sedotan untuk minum
|
Menggunakan
otot fasial dan otot menelan dan menurunkan risiko terjadinya tersedak
|
Anjurkan
klien untuk berpartisipasi dalam program latihan/kegiatan
|
Dapat
meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
|
Kolaborasi
dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui IV atau mekanan melalui
selang
|
Mungkin
diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien
tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
|
Risiko tinggi cidera yang berhubungan dengan kejang, perubahan status
mental, dan penurunan tingkat kesadaran
|
|
Tujuan
: Dalam waktu 3x24 jam perwatan, klien bebas dari
cidera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.
Kriteria hasil : Klien
tidak mengalami cedera apabila ada kejang berulang.
|
|
Intervensi
|
Rasionslisasi
|
Monitor
kejang pada tangan, kaki, mulut, dan otot-otot muka lainnya
|
Gambaran
irtabilitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan
intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi
|
Persiapkan
lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat
suction selalu berada dekat klien
|
Melindungi
klien bila kejang terjadi
|
Pertahankan
bedrest total selama fase akut
|
Mengurangi
risiko jatuh/cedera jika terjadi vertigo dan ataksia
|
Kolaborasi
pemberian terapi; diazepam, fenobarbial
|
Untuk
mencegah atau mengurangi kejang. Catat : fenobarbital dapat menyebabkan
depresi pernapasan dan sedasi
|
Nyeri yang berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
|
|
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam keluhan nyeri
berkurang/rasa sakit terkendali
|
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Usahakan
membuat lingkungan yang aman dan tenang
|
Menurunkan
reaksi terhadap rangsangan eksternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan
menganjurkan klien untuk beristirahat
|
Kompres
dingin (es) pada kepala
|
Dapat
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak
|
Lakukan
penatalaksanaan nyeri dengan metode distraksi dan relaksasi napas dalam
|
Membantu
menurunkan (memutuskan) stimulasi sensasi nyeri
|
Lakukan latihan
gerakan aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati
|
Dapat
membantu relaksasi otot—otot yang tegang dan dapat menurunkan nyeri/rasa tidk
nyaman
|
Kolaborasi
pemberian analgesik
|
Mungkin
diperlukan untuk menurunkan rasa sakit
Catatan : Narkotika
merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga
sukar untuk dikaji
|
Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular, penurunan kekuatan otot, penurunan kesaadaran, kerusakan
persepsi/kognitif
|
|
Tujuan
: Tidak terjaddi kontraktur, footdrop, gangguan
integritas kulit, fungsi pencernaan dan kandung kemih optimal, serta
peningkatan kemampuan fisik.
Kriteria hasil : Skala ketergantungan
klien meningkat menjadi bantuan minimal
|
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Tinjau
kemampuan fisik dan kerusakan yang terjadi
|
Mengidentifikasi
kerusakan fungsi dan menentukan pilihan intervensi
|
Kaji
tingkat imobilisasi, gunakan skala tingkat ketergantungan
|
Tingkat
ketergantungan minimal care (hanya memerlukan bantuan minimal), partial care
(memerlukan bantuan sebagian), dan total care (memerlukan bantuan komplit
dari perawat dan klien yang memerlukan pengawasan khusus karena risiko cedera
yang tinggi)
|
Berikan
perubahan posisi yang teratur pada klien
|
Perubahan
posisi teratur dapat mendistribusikan berat
badan secara menyeluruh dan memfasilitasi peredaran darah serta
mencegah dekubiktus
|
Pertahankan
kesejajaran tubuh yang adekuat, berikan latihan ROM pasif jika klien sudah bebas panas dan
kejang
|
Mencegah
terjadinya kontraktur atau footdrop
serta dapt mempercepat pengemblian fungsi tubuh nantinya
|
Berikan
perawatan kulit secara adekuat, lakukan masase, ganti pakaian klien dengan
bahan linen, dan pertahankan tempat tidur dalam keadaan kering
|
Memfasilitasi
sirkulasi dan mencegah gangguan integritas kulit
|
Berikan
perawatan mata, bersihkan mata, dan tutup dengan kapas yang basah sesekali
|
Melindungi
mata dari kerusakan dan mencegah gangguan integritas kulit
|
Kaji adanya
nyeri, kemerahan, bengkak pada area kulit
|
Indikasi
adanya kerusakan kulit
|
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin Arif.2008.Asuhan
Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta: Salemba Medika.
Rahman M.1986.Petunjuk Tentang
Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium Kelompok Minat Penulisan Ilmiah
Kedokteran Salemba.Jakarta.
Tarwoto, dkk.2007.Keperawatan Medikal
Bedah Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta: Sagung Seto.
www.perawatpskiatri.blogspot.com
www.radit11.wordpress.com