BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang di
akibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak (Baughman, C Diane.dkk, 2000).
Menurut europen
stroke initiative (2003), Stroke atau serangan otak (brain
attack) adalah defisit neurologis mendadak susunan saraf pusat yang di
sebabkan oleh peristiwa iskhemik atau hemorargik. Sehingga stroke
di bedakan menjadi dua macam yaitu stroke hemoragik dan stroke
non hemoragik.
Pada stroke non hemoragik suplai darah ke
bagian otak terganggu akibat aterosklerosis atau bekuan darah yang
menyumbat pembuluh darah. Sedangkan pada stroke hemoragik, pembuluh
darah pecah sehingga menghambat aliran darah normal dan menyebabkan darah
merembes pada area otak dan menimbulkan kerusakan.
Stroke non hemoragik, penyumbatan bisa terjadi
di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan
lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan
berkurangnya aliran darah. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri
dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.
Stroke menyerang dengan tiba-tiba. Orang yang
menderita stroke sering tidak menyadari bahwa dia terkena stroke.
Tiba-tiba saja, penderita merasakan dan mengalami kelainan seperti lumpuh pada
sebagian sisi tubuhnya, bicara pelo, pandangan kabur, dan lain sebagainya
tergantung bagian otak yang mana yang terkena.
Dulu memang penyakit ini di derita oleh orang tua
terutama yang berusia 60 tahun keatas, karena usia juga merupakan salah satu
faktor risiko terkena penyakit jantung dan stroke. Namun sekarang ini
ada kecenderungan juga diderita oleh pasien di bawah usia 40 tahun. Hal ini
bisa terjadi karena adanya perubahan gaya hidup, terutama pada orang muda
perkotaan modern. (http://siti.staff.ugm.ac.id/)
Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 mendata kasus stroke di wilayah
perkotaan di 33 provinsi dan 440 kabupaten mengumpulkan sebanyak 258.366 sampel
rumah tangga perkotaan dan 987.205 sampel anggota rumah tangga untuk pengukuran
berbagai variabel kesehatan masyarakat, hasilnya adalah penyakit stroke
merupakan pembunuh utama di kalangan penduduk perkotaan.
Konferensi Stroke Internasional yang diadakan di Wina, Austria, tahun 2008 juga
mengungkapkan bahwa di kawasan Asia terus meningkatnya jumlah kasus stroke.
Untuk pencegahannya perlu diantisipasi dengan cara menyebarluaskan pengetahuan
tentang bahaya stroke
misalnya melalui media massa, internet, seminar dan lain-lain.
Melihat
kompleknya dan komplikasi dari stroke non hemoragik, maka kelompok
mengambil judul makalah ini yaitu Stroke
Non Hemoragik untuk dapat meminimalkan dampak negatif dari stroke non
hemoragik dan sebagai kasus kelolaan kelompok dalam praktikum keperawatan dewasa
II.
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat
kami ambil yaitu :
a. Apa pengertian stroke non hemoragik
b. Bagaimana etiologi stroke non hemoragik
c. Apa manifestasi klinik stroke non hemoragik
d. Bagaimana patofisiologi stroke non hemoragik
e. Bagaimana pathways stroke non hemoragik
f. Bagaimana pemeriksaan penunjang stroke non
hemoragik
g. Apa komplikasi stroke non hemoragik
h. Bagaimana penatalaksanaan stroke non hemoragik
i.
Apa
pengkajian focus stroke non hemoragik
j.
Apa
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada stroke non heoragik
k. Bagaimana intervensi stroke non hemeragik
C. Tujuan
Umum Pembuatan Makalah
a.
Untuk
mengetahui pa pengertian stroke non hemoragik
b.
Untuk
mengetahui bagaimana etiologi stroke non hemoragik
c.
Untuk
mengetahui apa manifestasi klinik stroke
non hemoragik
d.
Untuk
mengetahui bagaimana patofisiologi
stroke non hemoragik
e.
Untuk
mengetahui bagaimana pathways stroke non
hemoragik
f.
Untuk
mengetahui agaimana pemeriksaan penunjang stroke non hemoragik
g.
Untuk
mengetahui apa komplikasi stroke non hemoragik
h.
Untuk
mengetahui bagaimana penatalaksanaan
stroke non hemoragik
i.
Untuk
mengetahui apa pengkajian focus stroke
non hemoragik
j.
Untuk
mengetahui apa diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada stroke non heoragik
k.
Untuk
mengetahui bagaimana intervensi stroke non hemeragik
D. Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan dalam
pembuatan makalah ini yaitu dari buku dan media internet
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian
otak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan
fungsi cerebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya
penyebab selain daripada gangguan vaskuler (definisi menurut WHO).
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang di
akibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak (Baughman, C Diane.dkk ,
2000).
Stroke adalah gangguan neurologi yang
dapat timbul sekunder dari suatu proses patologi dan pembuluh darah (Price,
2000).
Stroke adalah Infark dari sebagian otak karena
kekurangan aliran darah ke otak (Junaidi, 2004).
Stroke adalah gangguan fungsi otak akut yang
disebabkan terhentinya suplai darah ke otak dimana terjadi secara mendadak dan
cepat dengan gejala sesuai dengan daerah fokal di otak yang mengalami gangguan.
Stroke non hemoragik adalah stroke yang
disebabkan karena sumbatan pada arteri sehingga suplai glukosa dan oksigen ke
otak berkurang dan terjadi kematian sel atau jaringan otak yang disuplai.
B. Etiologi
Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya
di akibatkan dari salah satu tempat kejadian, yaitu:
1. Thrombosis
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang
dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis
seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.
2. Embolisme serebral
Emboli serebral
merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara.
Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala
timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli :
a)
Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
b) Myocard
infark
c) Fibrilasi.
d)
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel
sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali
dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
e)
Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
3. Hemorargik cerebral
Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Akibatnya adalah gangguan suplai
darah ke otak , menyebabkan kehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau
sensasi baik sementara atau permanen.
Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah
:
1. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari
endapan ateroma (endapan lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh
darah. Selain dari endapan lemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena
arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima) karena
timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh
darah dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh darah.
2. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh
darah, terutama yang menuju ke otak.
3. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat
menyebabkan stroke seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan
mempersempit lumen pembuluh darah ke otak.
4. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan
seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah
dan menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke (Baughman,
C Diane.dkk, 2000):
1.
Hipertensi merupakan faktor resiko utama.
2.
Penyakit kardiovaskuler (Embolisme serebral mungkin berasal dari jantung).
3.
Kadar hematokrit normal tinggi (yang berhubungan dengan infark cerebral).
4.
Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35
tahun dan kadar esterogen yang tinggi.
5.
Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang dapat
menyebabkan iskhemia serebral umum.
6.
Penyalahgunaan obat tertentu pada remaja dan dewasa muda.
7.
Konsultan individu yang muda untuk mengontrol lemak darah, tekanan darah,
merokok kretek dan obesitas.
8.
Mungkin terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan stroke.
Faktor-faktor atau keadaan yang memungkinkan
terjadinya stroke dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu:
1.
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi:
Usia, jenis kelamin, herediter, ras/etnik.
2.
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi:
Riwayat stroke, hipertensi, penyakit jantung,
diabetes millitus, hiperkolesterol, obesitas, merokok.
C. Manifestasi Klinik
1.
Kehilangan motorik.
2.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia.
3.
Kehilangan komunikasi
4.
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara)
atau afasia (kehilangan berbicara).
3.
Gangguan persepsi
5.
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan
penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan
kehilangan sensori.
6.
Kerusakan fungsi kognitif, parestesia (terjadi pada sisi yang
berlawanan).
7. Disfungsi
kandung kemih, meliputi : inkontinensiaurinarius transier, inkontinensia
urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan
otak bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasi yang
berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).
D. Patofisiologi
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan
mengakibatkan insufisiensi aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena
terjadinya thrombus dan perdarahan aterm.
3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian
terlepas sebagai emboli.
4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding
pembuluh darah atau menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:
1.
Keadaan pembuluh darah.
2.
Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat,
aliran darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak
menjadi menurun.
3.
Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak
yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh
darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.
4.
Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena lepasnya embolus
sehingga menimbulkan iskhemia otak.
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan
fokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau
oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis
sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat
berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan
nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi pembuluh darah.
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral
dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat
anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.
E. Pathways
F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan Memperlihatkan adanya edema ,
hematoma, iskemia dan adanya infark.
2. Angiografi serebral membantu menentukan
penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
3. Pungsi Lumbal
* Menunjukan
adanya tekanan normal.
* Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya
perdarahan.
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami
infark, hemoragik.
5. Ultrasonografi Dopler :
Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. Sinar
X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.(DoengesE, Marilynn,2000).
G. Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan
imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise:
nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas, terjatuh.
3. Berhubungan dengan
kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada stroke trombotik/emboli/ stroke
non hemoragik didasarkan pada:
1. Mempertahankan
perfusi jaringan serebral secara adekuat: misalnya dengan tirah baring,
monitor tekanan darah dan tingkat kesadaran.
2.
Melindungi jaringan marginal disekitar infark.
3. Merangsang pulihnya
fungsi neuron yang mengalami kerusakan ireversibel.
4. Mencegah pembentukan
bekuan darah dan gangguan serebral lainnya, misalnya pemberian
antikoagulan seperti Dicumarol, heparin.
Sedangkan tindakan
pembedahan dilakukan untuk:
1. Mengeluarkan bekuan
darah atau thrombus dari arteri carotis atau vertebra.
2. Merekonstruksi arteri
yang sebagian teroklusi.
3. Melakukan bypass pada
arteri yang tersumbat dengan venous graft.
Selain yang disebutkan di atas yaitu:
1.
Breathing (B1)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi
bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran (koma).
Pada klien
dengan tingkat kesadaran composmentis pada pengkajian inspeksi
pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thorak didapatkan taktil
premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi
napas tambahan.
2.
Blood (B2)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi masif
TD>200 mmHg.
3.
Brain (B3)
Stroke menyebabkan berbagai dfisit neurologis bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
4.
Bladder (B4)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkotinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena
kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarus
eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi
intermitten dengan tekhnik steril. Inkotinensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5.
Bowel (B5)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik
usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
6.
Bone (B6)
Stroke dalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada saah satu) karena
lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah
satusisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2
kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
jelek. Disamping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus, terutama
pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobillitas
fisik. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensorik, atau paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah
pada pola aktivitas dan istirahat (Muttaqin,2004).
I.
Pengkajian Fokus
Dalam
melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang
penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun
selama pasien dirawat di rumah sakit.
1.
Pengkajian primer
a.
Airway:
Pengkajian mengenai
kepatenan jalan nafas. Kaji adanya obstruksi pada jalan napas karena dahak,
lendir pada hidung, atau yang lain.
b.
Breathing:
Kaji adanya dispneu, kaji pola pernapasan yang tidak teratur, kedalaman
napas, frekuensi pernapasan, ekspansi paru, pengembangan dada.
c.
Circulation:
Meliputi pengkajian volume darah dan kardiac output serta perdarahan. Pengkajian
ini meliputi tingkat kesadaran, warna kulit, nadi, dan adanya perdarahan.
d.
Disability:
Yang dinilai
adalah tingkat kesadaran serta ukuran dan reaksi pupil.
e.
Exposure
Penderita
harus dibuka seluruh pakaiannya.
2.
Pengkajian skunder
1.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan
klien yang menyeluruh mengenai fisik, fisiologis, social budaya, spiritual
kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi, dan gaya
hidup klien. (Marillyn E. Doengus et al 2000).
Pengumpulan data dapat meliputi :
a. Identitas klien.
Meliputi nama, umur, (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam, MRS, nomor register, dignosa medis.
b. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah projektil bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain.
d. Riwayat penyakit terdahulu
Adanya riwayat hypertensi, DM, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktiv dan kegemukan
(Susan Martin Tucker.
1999).
e. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
2) Pola nutrisi dan metabolism
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual, muntah pada
fase akut.
3) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralise / hemiplegia, kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri
otot.
5) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran
unutk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
7) Pola sensori dan kognitiv
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan atau kekaburan
pandangan perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada
pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir
8) Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
9) Pola penanggulangan stres
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
10) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pola tata nilai dan kepercayaan klien biasanya jarang melakukan ibadah
karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan atau kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh
f.
Pemeriksaan fisik
1) Keadaan
umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran.
2) Suara
bicara
Kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa
bicara.
3) TTV
TD meningkat,
denyut nadi bervariasi (takikardi/bradikardi).
4) Pemeriksaan
integumen
a) Kulit
Jika klien kekurangan oksigen kulit akan tampak pucat dan jika kekurangn
cairan maka turgor kulit akan jelek. Disamping itu perlu juga dikaji
tanda-tanda dekubtus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA
Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.
b) Kuku :
Perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
c) Rambut :
Umumnya tidak ada kelainan
5) Pemeriksaan kepala dan leher :
a) Kepala :
Bentuk mecocephal.
b) Muka : Umumnya
tidak simetris yaitu mencong kesalah satu sisi
c) Leher : Kaku
kuduk jarang terjadi (satya negara. 1998).
6) Pemeriksaan dada
Pada pernapasan kadang didapatkan suara napas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara napas tambahan, pernapasan tidak teratur akibat penurunan refleks
batuk dan menelan.
7) Pemeriksaan Abdomen
Didapatkan penurunan peristaltic usus akibat bed rewst yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
8) Pemeriksaan Inguinal, genetalia, dan anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensi urine.
9) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu tubuh
10) Pemeriksaan neurologis
a) Pemeriksaan nervus kranial
Umumnya terdapat terdapat gangguan pada nervus kranialis VII dan XII
sentral.
b) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan (kelemahan pada salah satu sisi tubuh).
c) Pemeriksaan sensorik : Dapat terjadi hemiparesis
d) Pemeriksaan refleks
Pada pola fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan kembali didahului dengan refeks
patologis.
e) Test fungsi
serebral
1. Pemeriksaan
tingkat kesadaran GCS
a. Respon
membuka mata Nilai 1-4
b. Respon
bicara Nilai 1-5
c. Respon
motorik Nilai 1-6
2. Daya ingat (memori)
a. Immediale memory/segera setelah presentasi
b.
Recent memory/beberapa menit, jam, dan hari presentasi
c. Remote memory/post memory beberapa tahun atau jangka
waktu lama
3. Bicara, kemampuan untuk menerima dan menyampaikan informasi
a. Apasia
motorik
b. Apasia
sensorik
c. Apasia
total
f) Test Fungsi Refleks
1. Refleks fisiologis : Refleks kornea, pharing,
cahaya, abdominal, biceps, triceps, brachioradialis
2. Refleks Pathologis : Refleks Babinski, Chaddock,
Palmomental
g) Test Fungsi Motorik dan Fungsi Cerebellum
1. Test apakah pasien bisa berdiri lurus di jalan
lintasan
2. Test keseimbangan koordinasi ”Ikuti jari saya,
tunjuk jari saya, tunjuk hidung sendiri”
3. Test tonus dan kekuatan otot
a. Test kekuatan otot dipalpasi apakah otot terasa
kenyal atau lunak.
b. Tonus otot apakah hypotoni atau hipertoni.
c. Periksa kekuatan otot anggota gerak atas kanan dan
kiri dengan cara ; pemeriksa mencoba menggerakkan, sementara klien
mempertahankan, dan klien yang menggerakkan dan pemeriksa yang menahan. Memakai
enam penilaian/gradasi yaitu :
0 = bila terlihat tidak kontraksi
1 = terlihat kontraksi tetapi tidak ada gerakan sendi
2 = ada gerakan pada sendi, tetapi tidak melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan/melawantahanan
pemeriksa/dengan tahanan ringan.
4 = bisa bergerak melawan tahanan sedang dari
pemeriksa tetapi kekuatannya berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan
maksimal
J. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, hemoragik,
vasospasme cerebral, edema cerebral.
2.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler,
kelemahan, parestesia, flaksid/paralisis hipotonik (awal), paralisis
spastic.
3.
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penerimaan perubahan sensori transmisi,
perpaduan ( trauma / penurunan neurology), tekanan psikologis ( penyempitan
lapangan persepsi disebabkan oleh kecemasan).
4.
Kurang perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik, penurunan
kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol /koordinasi otot.
5.
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan reflek menelan turun hilang rasa
ujung lidah.
K. Intervensi
No
|
Diagnosa keperawatan
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
interupsi aliran darah, hemoragik, vasospasme cerebral, edema cerebral.
|
Tujuan
keperawatan:
a. Klien dapat mempertahankan perkusi yang normal.
b. Gangguan perfusi jaringan dapat diatasi.
Kriteria hasil:
a. Klien tidak gelisah.
b. Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
c. GCS Motorik: 6, Verbal: 5, Eye: 4
d. Pupil isokor, reflek cahaya (+).
e. Tanda-tanda vital normal (nadi: 60-100 kali permenit, suhu:
36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit).
|
a. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang
sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya.
b. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total.
c. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan
intrakranial tiap dua jam.
d. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak
jantung (beri bantal tipis).
e. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan
berlebihan.
f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
g. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat
neuroprotektor.
|
Rasional: Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses
penyembuhan
Rasional: Untuk mencegah perdarahan ulang
Rasional: Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada
klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat.
Rasional: Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan
drainage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.
Rasional: Batuk dan
mengejan dapat meningkatkan tekanan intra cranial.
Rasional: Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
meningkatkan kenaikan TIK.
Rasional: Memperbaiki sel yang masih viable.
|
2
|
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia, flaksid/paralisis
hipotonik (awal), paralisis spastic.
|
Tujuan
keperawatan:
a. Klien mampu melaksanakan parestesia, flaksid aktivitas
fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil:
a. Tidak terjadi kontraktur sendi.
b. Bertambahnya kekuatan otot.
c. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
|
a. Ubah posisi klien tiap 2 jam.
b. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada
ekstrimitas yang tidak sakit.
c. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit.
d. Tinggikan kepala dan tangan .
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik
klien.
|
Rasional: Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan
akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.
Rasional: Gerakan aktif
memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung
dan pernapasan.
Rasional: Memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
Rasional: Mempermudah pemenuhan oksigen ke jaringan
seluruh tubuh
Rasional: Otot volunter akan kehilangan tonus dan
kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
|
3
|
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penerimaan perubahan sensori transmisi,
perpaduan ( trauma / penurunan neurology), tekanan psikologis ( penyempitan
lapangan persepsi disebabkan oleh kecemasan).
|
Tujuan:
a. Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
Kriteria hasil:
a. Adanya perubahan kemampuan yang nyata.
b. Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang
|
a. Tentukan kondisi patologis klien.
b. Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi.
c. Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten
dan seksama.
d. Observasi respon perilaku klien, seperti menangis,
bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat.
e. Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan
kalimat-kalimat pendek.
|
Rasional: Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami
gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan
Rasional: Untuk mempelajari kendala yang berhubungan
dengan disorientasi klien.
Rasional: Agar klien tidak kebingungan dan lebih
konsentrasi
Rasional: Untuk mengetahui keadaan emosi klien
Rasional: Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga
setiap masalah dapat dimengerti.
|
4
|
Kurang perawatan diri berhubungan
dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan control atau koordinasi otot
|
Tujuan:
a. Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria hasil:
a. Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai
dengan kemampuan klien
b. Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas
untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan
|
a. Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam
melakukan perawatan diri.
b. Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan
aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh.
c. Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat
dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
d. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha
yang dilakukannya atau keberhasilannya.
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi .
.
|
Rasional: Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara individual.
Rasional: Meningkatkan harga diri dan semangat untuk
berusaha terus-menerus.
Rasional: Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan
sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam
mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin
untuk diri-sendiri untuk emepertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
Rasional: Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian
serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu
Rasional: Memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangkan
rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat
penyokong khusus
|
5
|
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan
reflek menelan turun hilang rasa ujung lidah.
|
Tujuan:
a. Pemenuhan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil:
b. Pasien dapat berpartisipasi dalam intervensi specifik
untuk merangsang nafsu makan.
c. BB stabil.
d. Pasien mengungkapkan pemasukan adekuat.
|
a. Observasi tekstur, turgor kulit.
b. Lakukan oral hygiene.
c. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan
refleks batuk.
d. Letakkan posisi kpala lebih tinggi pada waktu, selama
dan sesudah makan.
e. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
f. Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam program
latihan/kegiatan.
g. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan
melalui IV atau makanan melalui selang.
|
Rasional: Mengetahui status nutrisi klien.
Rasional: Kebersihan mulut merangsang nafsu makan.
Rasional: Untuk menetapkan jenis makanan yang akan
diberikan pada klien.
Rasional: Untuk klien
lebih mudahuntuk menelan karena gaya gravitasi
Rasional: Menguatkan otot fasial dan otot menelan dan
menurunkan risiko tersedak.
Rasional: Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak
yang meningkatkan nafsu makan.
Rasional: Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan
pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala
sesuatu melalui mulut.
|
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J, 2001Handbook of Nursing Diagnosa. Edisi 8, Alih Bahasa Monica
Ester. EGC : Jakarta.
Doengoes, Marilyn E, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 5. EGC : Jakarta.
Potter, P. A & Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan
vol 2. EGC : Jakarta.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. EGC : Jakarta.
_____. http://luciamery.blogspot.com.
Stroke. Diakses pada 23 Mei
2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar