SELAMAT DATANG DI BLOG Q YG SEDERHANA

Sabtu, 10 Maret 2012

makalah ensefalitis


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Pentebab tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi pertusis.
Klasifikasi ensefalitis didasarkan pada factor penyebabnya. Ensefalitis suparatif akut dengan bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, Streptococus, E.Colli, Mycobacterium, dan T.Pallidium. Sedangkan ensefalitis virus penyebab adalah virus RNA (Virus Parotitis), virusmorbili, virus rabies, virus Rubela, virus dengue, virus polio, cockscakie A dan B, herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella.
B.  Rumusan masalah
a.       Bagimana laporan pendahuluan pada pasien dengan encefalitis
b.      Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan encefalitis 

C.  Tujuan Umum Pembuatan Makalah
Tujuan Umum :
a.       Membantu mahasiswa agar mampu memahami encefalitis, baik secara perorangan maupun berkelompok.
Tujuan Khusus :
a.       Membantu mahasiswa agar mampu memahami laporan pendahuluan mengenai ensefalitis
b.      Membantu mahasiswa agar mampu memahami asuhan keperawatan snsefalitis
c.       Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang ensefalitis
d.      Akademik, memperkaya khasanah keilmuan kesehatan umumnya, dan bidang kesehatan persarafan khususnya.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan dalam pembuatan makalah ini yaitu dari buku dan media internet
   



BAB II
PEMBAHASAN

A.           Laporan Pendahuluan
Encefalitis

a.      Pengertian
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme (Hassan, 1997). Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medula spinalis.
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro organisme lain yang non purulent.
b.      Etiologi
a.          Virus
b.         Bakteri
c.         Jamur
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab Ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000). Penyebab lain adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.


Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah:
·            Infeksi virus yang bersifat endemik
1.        Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
2.        Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
·           Infeksi virus yang bersiat sporadik : rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
·           Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela, pasca-vaksinia, pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.(Robin cit. Hassan, 1997)
c.       Tanda dan Gejala
1.      Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia
2.      Kesadaran dengan cepat menurun
3.      Muntah
4.      Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejang-kejang di muka)
5.      Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (Hassan, 1997
6.      Perubahan perilaku
7.      Gelisah
Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan kombinasi tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia, hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda Babinski, gerakan involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.
d.      Patofisiologi
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran npas, dan saluran cerna. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara :
·      Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ tertentu.
·      Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah, kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
·      Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di perukaan selaput lender dan menyebar melalui system persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis. Masa prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah nyeri tenggorokan, malais, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat, fotofobia, sakit kepala, muntah-muntah, letargi, kadang disertai kakukuduk apabila infeksi mengenai meningen. Pada anak, tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala lain berupa gelisah, rewel, perubahan perilaku, gangguan kesaadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afassia, hemiparesis, hemiplagia, ataksia, dan paralisis saraf otak.




Payhway Ensefalitis








e.       Manifestasi Klinis
Masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari, ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, dan pucat. Kemudian di ikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari ditribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala tersebut berupa :
1.    Gelisah
2.    Iritabel
3.    Streming attack
4.    Perubahan perilaku
5.    Gangguan kesadaran
6.    Kejang
Kadang disertai tanda neurologis fokal berupa :
1)   Afasia
2)   Hemiparesia
3)   Hemiplagia
4)   Ataksia
5)   Paralisis saraf otak
Tanda rangsangan meningela dapat terjadi bila peradangan mencapai meningen. Ruam kulitkadang di dapatkan pada beberapa tipe ensefalitis misalnyapada enterovirus dan varisela zoster

f.           Komplikasi
Komplikasi pada ensefalitis berupa :
1.                Retardasi mental
2.                Iritabel
3.                Gangguan motorik
4.                Epilepsi
5.                Emosi tidak stabil
6.                Sulit tidur
7.                Halusinasi
8.                Enuresis
9.                Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain.

g.      Pemeriksaan Penunjang
    1. Lumbal pungsi (pemeriksaan CSS)
1)   Cairan warna jernih d. Glukosa normal
2)   Leukosit meningkat e. Tekanan Intra Kranial meningkat
    1. Protein agak meningkat
    2. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urin
1)   Sukar oleh karena uremia berlangsung singkat
2)   Dapat membantu mengidentifikasikan daerah pusat infeksi dan penyebab infeksi
    1. CT Scan/ MRI
1)   Membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran/ letak ventrikel, hematom, daerah cerebral, hemoragic, atau tumor
    1. EEG
1)   Terlihat aktivitas listrik (gelombang) yang menurun, sosial dengan tingkat kesadaran yang menurun
2)   Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difu (aktivitas lambat bilateral)

h.   Penatalaksanaan
1.        Isolasi  Isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan pencegahan.
2.        Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur  Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :
1)        Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
2)        Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
3)        Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan (Victor, 2001).
4)        Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.
3.        Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak
1)        Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan; jenis dan jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
2)        Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.
3)        Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema otak.
4.        Mengontrol kejang  Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
1)        Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali
2)        Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama
3)        Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
5.        Mempertahankan ventilasi  Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-3l/menit).
6.        Penatalaksanaan shock septik 
7.        Mengontrol perubahan suhu lingkungan
8.        Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala.  Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral.(Hassan, 1997)




ASUHAN KEPERAWATAN

I.              Deskripsi
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Pentebab tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi pertusis.
   Klasifikasi ensefalitis didasarkan pada factor penyebabnya. Ensefalitis suparatif akut dengan bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, Streptococus, E.Colli, Mycobacterium, dan T.Pallidium. Sedangkan ensefalitis virus penyebab adalah virus RNA (Virus Parotitis), virusmorbili, virus rabies, virus Rubela, virus dengue, virus polio, cockscakie A dan B, herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella.
A.           Pengkajian
1.        Biodata
Umur : Penyakit ensefalitis dapat menyerang semua usia, insiden tertinggi terjadi pada anak-anak
Jenis kelamin : Penyakit ensefalitis bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan
Bangsa : Umumnya untuk penyakit ensefalitis tidak mengenal suku bangsa, ras

2.        Keluhan utama
a. Demam 
b. Kejang
3.        Riwayat kesehatan sekarang
Demam, kejang, sakit kepala, pusing, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, pucat, gelisah, perubahan perilaku, dan gangguan kesadaran.
4.        Riwayat kesehatan dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan.
5.        Riwayat penyakit keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh : Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus , E , Coli ,dll.
Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1.        Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
a.         Kebiasaan
Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur ,kebiasaan buang air besar di WC,lingkungan penduduk yang berdesaan (daerah kumuh)
b.         Status Ekonomi
Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.

2.        Pola fungsi kesehatan
a.         Pola nutrisi dan metabolisme
Nafsu makan menurun (anoreksia) nyeri tenggorokan dan Berat badan Menurun
b.      Pola aktivitas
Nyeri ekstremitas dan keterbatasan rentang gerak akan mempengaruhi pola aktivitas
c.       Pola istirahat dan tidur
Kualitas dan kuantitas akan berkurang oleh karena demam, sakit kepala dll, yang sehubungan dengan penyakit ensefalitis
d.      Pola eliminasi
·      Kebiasaan Defekasi sehari-hari
Biasanya pada klien Ensefalitis karena klien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstivasi.
·      Kebiasaan BAK sehari-hari
Biasanya pada klien Ensefalitis kebiasaan miksi normal frekuensi normal. Jika kebutuhan cairan terpenuhi. Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi irine akan menurun ,konsentrasi urine pekat
e.       Pola hubungan dan peran
Efek penyakit yang diderita terhadap peran yang diembannya sehubungan dengan ensefalitis, bisanya Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang, karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.
f.       Pola penanggulangan stress
Akan cenderung mengeluh dengan keadaaan dirinya (stress)

II.                Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anmnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
Pemeriksaan fisik dumulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV) pada klien ensefalitis biasanya didapatkan peningkatn suhu tubuh lebih dari normal 39-49°C. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dari selaput otak yang sudah menggangu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada system pernapasan sebelum mengalami ensefalitis. TD biasanya normal atau meningkat berhubungan dengan tanda-tanda peningkata TIK.
B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien ensefalitis yang sering disertai adanya gangguan pada system pernapasan. Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas tambahan sperti ronkhi pada klien ddengan ensefalitis berhubungan akuulasi sekreet dari penurunan kesadaran.
B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering terjadi pada klien ensefalitis.
B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya.
Tingkat Kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien ensefalitis biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaia GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memaantau pemberian asuhan keperawatan.
Fungsi Serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik. Pada klien ensefalitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
Pemeriksaan Saraf Kranial
Saraf I. Fungsi penciuman biasanya tidak ada klainan pada klien ensefalitis
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutma pada ensefalitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK.
Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien ensefalitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut ensefalitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alas an yang tidak diketahui, klien ensefalitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
Saraf V. Pada klien ensefalitis didapatkan paralisis pada otot sehingga mengganggu proses mengunyah.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya paralisis unilateral.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli kondungtif dan tuli persepsi
Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi via oral.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecap normal.
Sistem Motorik
Kekuatan otot menurun, kntrol keseimbangan dan koordinasi pada ensefalitis tahap lanjut mengalami perubahan.


Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan reflex dala, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat reflex pada respons normal. Reflex patologis akan didapatkan pada klien ensefalitis dengan tingkat kesadaran koma.
Gerakan Involunter
Tidak ditemukan adanya teremor, Tic, dan distonia. Pada keaddaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak ddengan ensefalitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan ensefalitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
Sistem Sensorik
Pemeriksaan sonsorik pada ensefalitis biasanya didapatkan perasaan raba normal, perasaan nyeri normal, perasaan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di eprmukaan tubuh, perasaan diskriminatif normal.
Peradangan pada selaput otak mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali pada ensefalitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, yaitu ketika adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistemperkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume keluaran urine, hal ini  berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.


B5 (Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang.
B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu orang lain.
B.            Diagnosa Keperawatan
1.         Gangguan perfusi jaringan serebri yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
2.         Ketidakefektifk bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batukmenurun akibat penurunan kesaadaran
3.         Risiko tinggi defisit cairan dan hipovolemik
4.         Risiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik
5.         Risiko tinggi cidera yang berhubungan dengan kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran
6.         Risiko kejang berulang
7.         Nyeri yang berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
8.         Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan otot, penurunan kesaadaran, kerusakan persepsi/kognitif
9.         Gangguan persepsi sensorik yang berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang sensorik, transmisi sensorik, dan integritas sensori
10.     Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktial dalam struktur dan fungsi, ketidakberdayaan, dan merasa tidak ada harapan.
11.     Cemas yang berhubungan dengan ancaman, kondisi sakit dan perubahan kesehatan.


C.           Rencana Intervensi

Gangguan perfusi jaringan serebri yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
Data penunjang: Malaise, pusing, nausea, muntah, iritabilitas, kejang, kesadaran menurun bingung, deliriumm koma. Perubahanrefleks-refleks, tanda-tanda neorologis, fokal pada meningitis, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial(bradikardi, tekanan darah meningkat), nyeri kepala hebat. 
Tujuan : Dalam wktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi perfusi jaringan otak meningkat.           Kriteria hasil : Tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar, disorientasi negatif, konsentrasi baik, perfusi jaringan dan oksigenasi baik, tanda-tanda vital dalam batas normal, dan syok dapat dihindari.
Intervensi
Rasionalisasi
Monitor kien dengan ketat terutama setelah lumbal pungsi. Anjurkan klien berbaring minimal 4-6 jam setelah lumbal pungsi.
Untuk mencegah nyeri kepala yang menyertai perubahan tekanan intrakranial
Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan itrakranial selama perjalanan penyakit (nadi lambat, tekanan darah meningkat, kesadaran menurun, napas irreguler, refleks pupil menurun, kelemahan).
Untuk mendeteksi tanda-tanda syok, yang harus dilaporkan ke dokter untuk intervensi awal
Monitor tanda-tanda vital dan neurologis tiap 5-30 mmenit. Catat dan laporkan segera perubahan-perubahan tekanan intrakranial ke dokter.
Perubahan-perubahan ini menandakan ada perubahan tekanan intrakranial dan penting untuk intervensi awal
Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakan-gerakan klien, anjurkan untuk tirah baring.
Untuk mencegah peningkatan intrakranial
Tinggikan sedikit kepala klien dengan hati-hati, cegah gerakan tiba-tiba dan tidak perlu dari kepala dan leher, hindari refleks leher
Untuk mengurangi tekanan intrakranial
Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan klien. Beri petunjuk untuk BAB (jangan enema). Anjurkan klien untuk menghembuskan napas dalam bila miring dan bergerak di tempat tidur. Cegah posisi fleksi pada lutut.
Untuk mencegah keregangan otot yang dapat menimbulkan peningkatan tekana intrakranial
Waktu prosedur perawatan disesuaikan dan di atur tepat waktu dengan periode relaksasi; hindari rangsangan lingkungan yang tidak perlu.
Untuk mencegah eksitasi yang merangsang otak yang sudah iritasi dan dapat menimbulkan kejang
Beri penjelasan kepada keadaan lingkungan pada klien
Untuk mengurangi diorientasi dan untuk klarifikasi persepsi sensorik yang terganggu
Evaluasi selama masa penyembuhan terhadap gangguan motorik, sensorik, dan intelektual.
Untuk merujuk ke rehabilitasi
Kolaborasi pemberian steroid osmotik
Untuk menurunkan tekanan intrakranial



Ketidakefektifk bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batukmenurun akibat penurunan kesaadaran.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan, jalan napas kembali efektif.                   Kriteria hasil : secara subjektif sesak napa (-); frekuensi napas 16-20x/mnt, tidak menggunakan otot bantu napas, retraksi ICS (-), ronkhi (-/-), dapat mendemontrasikan cara batuk efektif.
Intervensi
Rasionalisasi
Kaji fungsi paru, adanya bunyi napas tambahan, perubahan irama dan kedalama, penggunaan otot-otot aksesori, warna, dan kekentaln sputum.
Memantau dan mengatasi komplikasi potensial. Pengkajian fungsi pernapasan dengan interval yang teratur adalah penting karena pernapasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan, akibat adanya kelemahan atau paralisis pada otot-otot interkostal dan diafragma berkembang dengan cepat.
Atur posisi fowler dan semofowler
Peninggian kepala tempat tidur memudahkan pernapasan, meningkatkan ekspansi dada, dan meningkatkan batuk lebih efektif.
Ajarkan cara batuk efektif
Klien berada pada resiko tinggi bila tidak dapat batuk dengan efektif untuk membersihkan jalan napas dan mengalami kesulitan dalam menelan, sehingga menyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan gagal napas akut.
Lakukan fisioterapi dada; vibrasi dada
Terapi fisik dada membantu meningkatkan batuk lebih efektif
Penuhi hudrasi cairan via oral seperti minum air putih dan pertahankan asupan cairan 2500 ml/hari
Pemenuhan cairan dapat mengencerkan mukus yang kental dan dapat membantu pemenuhan cairan yang banyak keluaar dari tubuh.
Lakukan pengisapan lendir di jalan napas
Pengisapan mungkin diperlukan untuk mempertahankan kepatenan jalan napas menjadi bersih.



Risiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dalam waktu 5x24 jam.                                                     Kriteria hasil : Turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebuutuhan, terdapat kemampuan menelan, sonde dilepas, berat badan meningkat 1 kg, Hb dan albumin dalam batas normal
Intervensi
Rasionalisasi
Observasi tekstur dan turgor kulit.
Mengetahui status nutrisi klien
Lakukan oral higiene
Kebersihan mulut merangsang nafsu makan
Observasi asupan dan keluaran
Mengetahui keseimbangan nutrisi klien
Observasi posisi dan kebutuhan sonde
Untuk menghindari risiko infeksi/iritasi
Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan, dan refleks batuk
Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
Kaji kemampuan klien dalam menelan, batuk, dan adanya sekret
Dengan mengkaji faktor-faktor tersebut dapat menentukan kemampuan menelan klien dan mencegah risiko aspirasi
Auskultasi bising usus, amati penurunn atau hiperaktivitas bising usus
Fungsi gastrointestinal bergantung pada kerusakan otak. Bising usus menetukan respons pemberian makanan atau terjdinya komplikassi misalnya pada ileus
Timbang berat badab sesuai indikasi
Untuk mengevaluasi efektivitas dari asupan makanan
Beerikan makanan dengan cara meninggikan kepala
Menurunkan risiko regurgitasi atau aspirasi
Letkkan posisi kepla lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan
Untuk klien lebih mudah melatih kembali sensorik dan meningkatkan kontrol muskular
Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manualdengan menekan ringan di atas bibir/di bawah dagu jika dibutuhkan
Membatu dalam melatih kembali sensorik dan meningktkan kontro muskular
Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
Memberikan stimulasi sensorik 9termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
Berikan makanan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang
Klien dapar berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi dari lur
Mulailah untuk memberikan makanan per oral setengah cair dan makanan lunak ketika klien dapat menahan air
Makanan lunak/cair mudah untuk dikendalikan di dalam mulut dan menurunkan terjadinya aspirasi
Anjurkan klien menggunakan sedotan untuk minum
Menggunakan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan risiko terjadinya tersedak
Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam program latihan/kegiatan
Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui IV atau mekanan melalui selang
Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.










Risiko tinggi cidera yang berhubungan dengan kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam perwatan, klien bebas dari cidera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.                                                                                                                                    Kriteria hasil : Klien tidak mengalami cedera apabila ada kejang berulang.
Intervensi
Rasionslisasi
Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut, dan otot-otot muka lainnya
Gambaran irtabilitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi
Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat klien
Melindungi klien bila kejang terjadi
Pertahankan bedrest total selama fase akut
Mengurangi risiko jatuh/cedera jika terjadi vertigo dan ataksia
Kolaborasi pemberian terapi; diazepam, fenobarbial
Untuk mencegah atau mengurangi kejang. Catat : fenobarbital dapat menyebabkan depresi pernapasan dan sedasi



Nyeri yang berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam keluhan nyeri berkurang/rasa sakit terkendali
Intervensi
Rasionalisasi
Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang
Menurunkan reaksi terhadap rangsangan eksternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan klien untuk beristirahat
Kompres dingin (es) pada kepala
Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak
Lakukan penatalaksanaan nyeri dengan metode distraksi dan relaksasi napas dalam
Membantu menurunkan (memutuskan) stimulasi sensasi nyeri
Lakukan latihan gerakan aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati
Dapat membantu relaksasi otot—otot yang tegang dan dapat menurunkan nyeri/rasa tidk nyaman
Kolaborasi pemberian analgesik
Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit
Catatan : Narkotika merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga sukar untuk dikaji
                 
Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan otot, penurunan kesaadaran, kerusakan persepsi/kognitif
Tujuan : Tidak terjaddi kontraktur, footdrop, gangguan integritas kulit, fungsi pencernaan dan kandung kemih optimal, serta peningkatan kemampuan fisik.                                                                               Kriteria hasil : Skala ketergantungan klien meningkat menjadi bantuan minimal
Intervensi
Rasionalisasi
Tinjau kemampuan fisik dan kerusakan yang terjadi
Mengidentifikasi kerusakan fungsi dan menentukan pilihan intervensi
Kaji tingkat imobilisasi, gunakan skala tingkat ketergantungan
Tingkat ketergantungan minimal care (hanya memerlukan bantuan minimal), partial care (memerlukan bantuan sebagian), dan total care (memerlukan bantuan komplit dari perawat dan klien yang memerlukan pengawasan khusus karena risiko cedera yang tinggi)
Berikan perubahan posisi yang teratur pada klien
Perubahan posisi teratur dapat mendistribusikan berat  badan secara menyeluruh dan memfasilitasi peredaran darah serta mencegah dekubiktus
Pertahankan kesejajaran tubuh yang adekuat, berikan latihan ROM  pasif jika klien sudah bebas panas dan kejang
Mencegah terjadinya  kontraktur atau footdrop serta dapt mempercepat pengemblian fungsi tubuh nantinya
Berikan perawatan kulit secara adekuat, lakukan masase, ganti pakaian klien dengan bahan linen, dan pertahankan tempat tidur dalam keadaan kering
Memfasilitasi sirkulasi dan mencegah gangguan integritas kulit
Berikan perawatan mata, bersihkan mata, dan tutup dengan kapas yang basah sesekali
Melindungi mata dari kerusakan dan mencegah gangguan integritas kulit
Kaji adanya nyeri, kemerahan, bengkak pada area kulit
Indikasi adanya kerusakan kulit
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta: Salemba Medika.
Rahman M.1986.Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Salemba.Jakarta.
Tarwoto, dkk.2007.Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta: Sagung Seto.
www.perawatpskiatri.blogspot.com
www.radit11.wordpress.com

Tidak ada komentar: